Niel Makinuddin dan Kiat Mengawali Langkah Menjaga Lingkungan

Tak perlu menunggu menjadi orang hebat untuk membuat perubahan.

Sebab setiap individu itu adalah bagian dari solusi, termasuk untuk lingkungan atau alam sekitarnya.

Pernyataan itu disampaikan Niel Makinuddin, manajer senior Yayasan Konservasi Alam Nusantara dari Kalimantan Timur.

Dia kecewa pada adanya pandangan bahwa isu permasalahan lingkungan hanyalah domain kelompok penggiat atau lembaga swadaya masyarakat.

Padahal, menurutnya, isu itu juga milik emak-emak, tokoh agama, pelaku bisnis, dan setiap individu lainnya.

Termasuk pola pikir yang harus menunggu hebat dulu, baru bisa melakukan perubahan pada alam, menurut Niel, adalah bibit dari pesimisme dan ketidakberdayaan.

Niel adalah penggiat lingkungan, yang YKAN/TNC organisasi tempatnya bekerja sekarang, sejak 2004 ikut membantu dan mendampingi perjuangan Masyarakat Dayak Wehea dalam menyelamatkan Hutan Lindung Wehea.

Pengakuan didapatnya antara lain melalui Kaltim Post Award pada 2004.

Dia juga memenangkan fellowship bidang pelatihan ekologi, pengelolaan dan konservasi hutan dari Harvard University/MAB-UNESCO.

Saat ini, Niel bersama Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur serta Pemerintah Kabupaten Kutai Timur dan Kabupaten Berau sedang mendorong perlindungan dan penetapan Karst Sangkulirang Mangkalihat sebagai geopark.

Luas total ekosistemnya sekitar 1,8 juta hektar, sedang luas geoparknya lebih kecil karena merupakan tapak-tapak warisan geologi.

Niel, 57 tahun, yang tinggal di Kelurahan Sambutan, Samarinda, menyatakan berusaha menjadi individu yang berusaha melindungi Bumi lewat tindakan sehari-hari.

Prinsip yang juga ditularkannya kepada anggota keluarganya, dan diharapnya ditiru tetangga hingga masyarakat di Kalimantan Timur.

Di tingkat keluarga, ayah dari tiga anak perempuan ini melatih sikap menjaga alam dimulai dari menyediakan sejumlah tempat sampah di dalam rumahnya.

Dia juga mengajak menanam pohon di pekarangan dan melibatkan dalam kegiatan pelestarian alam yang sifatnya massal.

“Di keluarga, yang paling efektif itu tauladan.

Anak itu lebih mudah meniru, lebih percaya kalau kita memberi contoh dan memberikan pengalaman,” kata Niel kepada Tempo, 22 Juni 2022.

Dia menceritakan, kerap mengajak pula ke kantor saat anak-anaknya masih kecil.

Harapannya, aktivitasnya sebagai penggiat lingkungan dan idealismenya terhadap lingkungan hidup bisa terekam dalam memori anak-anaknya lebih kuat.

Sedangkan di rumah, Niel dan istri suka membelikan buku yang bercerita tentang alam atau ada pesan mengenai alam.

Saat libur, keduanya mengajak tiga buah hati mereka berjalan-jalan ke pantai atau ke gunung untuk rekreasi sekaligus edukasi.

Menurut Niel, nilai-nilai kecintaan terhadap lingkungan hidup berhasil tumbuh dalam diri anak-anaknya itu.

Terbukti ketika ada satu tetangganya yang memelihara kera dengan cara mengekangnya, rasa iba muncul, plus keberanian.

“Anak-anak berdiplomasi ke anak si pemilik kera dan kera itu akhirnya dilepas ke hutan,” kata Niel yang juga membiasakan membahas isu lingkungan di WhatsApp Group keluarga.

A post shared by Niel Makinuddin (@nielmakinuddin) Di lingkup tetangga, Niel berusaha memberikan contoh dengan meminimalkan penggunaan plastik.

Dengan begitu, setiap kali berbelanja Niel dan istri selalu membawa kantong belanjaan sendiri sambil menitip pesan kepada pedagang agar jangan boros kantong plastik karena sampahnya sulit diurai.

Niel dan istri yang gemar menanam, menjadikan pekarangan rumah mereka hijau dan asri.

Kondisi ini disukai tetangga karena membuat rumah menjadi teduh dan lingkungan sekitar rumah Niel lebih segar.

Cara ini pun, ditiru oleh beberapa tetangga Niel.

“Tanaman itu satu-satunya makhluk ciptaan Tuhan yang bisa menghasilkan oksigen maka kita harus menghormati tanaman,” katanya sambil menambahkan, “Kalau tanaman makar, manusia dan hewan bisa meledak (tidak dapat oksigen).

Ini salah satu contoh kenapa kita harus menghargai tanaman.” Hal lain yang dikampanyekan Niel adalah Gerakan Gowes.

Dia sudah gemar bersepeda sejak 2008 dan diikuti istrinya pada 2010.

Bagi Niel, bersepeda itu lebih baik daripada menghabiskan akhir pekan keliling Kota Samarinda dengan sepeda motor.

Sejak 2016 kegiatan bersepeda dirasanya semakin ramai di Samarinda.

Hal ini ditandai dengan mulai munculnya klub-klub berbasis instansi (pemerintah dan swasta).

Sayang, aktivitasnya menurun ketika pandemi Covid-19.

Di era saat ini, Niel mengatakan, seseorang bisa memulai langkahnya melindungi masa depan Bumi dengan mengunggah konten tentang lingkungan hidup ke media sosial.

Dia mengamati tren video blog di antara kalangan anak muda sekarang.

“Itu contoh yang bisa dilakukan, tanpa harus sekolah tinggi,” kata Niel.

Langkah selanjutnya untuk melindungi masa depan Bumi adalah memikirkan apa yang bisa diberikan agar tercipta lingkungan yang bersih dan hemat energi.

Contoh yang disodorkannya, mengurangi konsumsi air PDAM dan menggantinya dengan memanfaatkan air hujan dengan cara ditampung.

Cara lain, yakni menghemat listrik dengan menggunakan lampu daya yang lebih hemat energi dan mematikan ketika tidur.

Contoh langkah sederhana lainnya yang bisa dilakukan individu, menurut Niel, sesedikit mungkin menggunakan plastik, tidak membuang sampah sembarangan dan merawat tanaman.

Dia juga mengingatkan perihal ancaman pemanasan global.

“Tanaman supaya segar, kita harus rajin menyiramnya, sama seperti kita harus me-refresh tujuan dan niat bahwa yang kita lakukan ini demi Bumi dan ikhlas karena Allah SWT.

Jangan ingin cepat berhasil, nanti lelah dan lekas stress,” kata Niel berpesan.

Sepak terjang Niel mendapat apresiasi dari Akas Pinaringan Sujalu, dosen di Universitas 17 Agustus Samarinda.

Menurutnya, Niel bisa menularkan semangat cinta lingkungan kepada anak-anak muda khususnya alumnus Universitas Mulawarman.

“Dia juga guru bagi hampir semua penggiat lingkungan di Kalimantan Timur,” katanya Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *